Posted by Berita Flora dan Fauna on Tuesday, December 9, 2014
|
Trenggiling Jawa yang hampir punah foto oleh : lebihdekat.blogspot.com |
Trenggiling Jawa yang biasa dipanggil trenggiling, atau nama ilmiahnya Manis Javanica adalah termasuk hewan yang biasa menjadikan Semut dan rayap sebagai makanan utama. Manis Javanica berasal dari bahasa Latin, ‘Manes’, yang berarti roh dalam kepercayaan bangsa Roma. Nama ini juga merujuk pada penampilan trenggiling yang tidak biasa dan pola hidupnya yang lebih aktif di malam hari (nokturnal). Dan ‘Javanica’ mengacu pada lokasi geografis pesebarannya. Ada delapan spesies trenggiling di dunia, empat di Afrika, empat di Asia, Trenggiling jenis Manis Javanica ditemukan di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia, trenggiling ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Panjang lidah Trenggiling yang hampir sepertiga panjang tubuhnya serta ludah yang lengket memudahkan trenggiling menyusup dan menangkap semut buruan di dalam sarangnya. Saat menyantap semut, semut-semut tersebut tidak akan masuk ke dalam mulut, hidung, atau telinga trenggiling. Hal ini dikarenakan adanya otot khusus yang akan menutup jika ada semut atau serangga merayap di tiga organ tersebut. Secara berkala, trenggiling melakukan ant baths atau mandi semut untuk membersihkan sisiknya. Trenggiling menandai wilayah mereka dengan air kencing, tinja dan sekresi yang berbaur dengan kelenjar khusus, Sekitar 20 persen dari berat trenggiling terdiri dari sisik.
Trenggiling diklasifikasikan dalam ordo Pholidota, yang berarti hewan bersisik. Pada trenggiling, sisik tumbuh bersama dengan rambut mulai dari kepala hingga ekornya. Pada saat trenggiling lahir, lapisan sisiknya masih lembut dan berwarna pucat. Namun, dalam waktu dua hari, sisik ini akan mengeras. Sisik tersebut terbentuk dari keratin yang sama dengan pembentuk rambut dan kuku pada manusia. Biasanya sisik ini tanggal saat trenggiling mencari makan atau menggali tanah, namun dapat tumbuh kembali.
Puluhan ribu trenggiling liar dibunuh setiap tahun untuk dijual sisik maupun dagingnya. Menurut daftar dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) bahwa delapan spesies trenggiling terancam punah. Satwa ini diperdagangkan untuk obat tradisional. Bahkan satu dekade terakhir saja sebanyak satu juta trenggiling diburu dari alam liar. Sebagian besar masuk dalam perdagangan ilegal internasional.
Negara Vietnam dan Cina menjadi pasar terbesar penjualan trenggiling. Daging trenggiling diperdagangkan sebagai bahan masakan mewah atau makanan warga lokal. Dalam industri produk kulit, kulit trenggiling biasanya diolah menjadi sepatu. Sementara itu, sisik trenggiling dianggap bagian yang paling ‘ajaib’. Sisik ini digunakan sebagai bahan kosmetik, obat, dan dipercaya sebagai aphrodisiac.
Di Indonesia, trenggiling dikategorikan sebagai hewan yang dilindungi sejak tahun 1931 dan menggunakan Undang-undang nomor 5 , tahun 1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk menjerat pelanggarnya dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 100.000 juta rupiah.